Dari Wheellie Hingga Stoppie di HUT Korpri Ngawi

di %s Berita/Informasi 395 views

Aksi freestyle yang menguji adrenalin ditunjukan sejumlah freestyler lokal di jalur tengah Alun-alun Merdeka kemarin (01/12). Dengan berbagai gaya akrobatik, mereka tampak piawai menghibur ratusan penonton yang menjubeli arena. Bahkan, Sekretaris Daerah (sekda) Mas Agoes Nirbito yang juga berada di kerumunan penonton sempat mengacungkan tangan tanda kekagumannya. “Salut dengan aksi-aksinya,” terang Mas Agoes Nirbito di sela-sela kerumunan penonton. Aksi freestyle kerap melakukan stoppie (mengangkat roda belakang), burnout (memutar roda belakang saat berhenti) dan wheelie (mengangkat roda depan disertai gerakan memutar). Sayangnya, arena yang sempit membuat sebagian freestyler kesusahan memaksimalkan aksinya. Bahkan, tak jarang harus menabrak trotoar saat melakukan gerakan wheelie. “Kalau lokasinya luas, mungkin mereka (freestyler) bisa lebih memberikan tontotan menarik.” ungkapnya.

Rudi Sulisdiana, koordinator kegiatan mengatakan, kepiawaian para freestyler lokal ini mayoritas secara otodidak. Karena sering menonton aksi-aksi serupa di even-even otomotif, memunculkan keinginan untuk menirukan. Lantas memperagakan secara perlahan. “Pasti sering terjatuh saat latihan. Tapi kalau sudah mahir seperti ini, resiko kecelakaan bisa diminimalkan,” urainya. Aksi freestyle ini membarengi kegiatan touring wisata kuliner yang digagas Pemkab. Diawali dari warung makan di pinggir Bengawan Solo di Desa Dumplengan, Pitu. Peserta touring yang jumlahnya mencapai 700 unit sepeda motor lantas mengelilingi kawasan Ngawi barat dan selatan. Seperti Kecamatan Kedunggalar, Widodaren, Ngrambe, Jogorogo, Kendal, Gerih, Geneng, Paron dan kembali lagi ke Kota. (jawapos-radarngawi)

Sebar dan Bagikan :

Shares

Jatim Bisa Surplus Beras Sampai 3,6 Juta Ton

di %s Berita/Informasi 436 views

Faktor cuaca dari kemarau yang cukup panjang di pertengahan 2012 hingga awal November lalu kerap membayangi penurunan produksi padi Jatim. Bahkan, alih fungsi lahan tanam padi menjadi komoditi palawija juga diperkirakan menurunkan produksi beras. Namun, Dewan Ketahanan Pangan Jatim berkeyakinan jika Jatim masih bisa mengalami surplus beras hingga 3,6 juta ton.

“Pemprov Jatim telah berupaya meningkatkan produksi padi, sehingga tetap akan surplus beras karena produksi padi relatif stabil dan tidak mengalami puso akibat kemarau panjang atau terkena serangan hama maupun penyakit.. Surplus bisa mencapai 3-3,6 juta ton,” kata Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Jawa Timur, Nuvil Hanani, Kamis (29/11).

Menurut dia, kendati dibayangi kondisi tingginya alih fungsi lahan, namun sejauh ini Jatim masih sebagai daerah penyumbang padi untuk kebutuhan nasional dengan menyumbang sekitar 30% dari kebutuhan nasional.

Tingkat alih fungsi lahan produktif di Jawa Timur lanjut dia sudah memasuki tahap mengkhawatirkan. Dan setiap tahun disinyalir tak kurang 1.200 hektare lahan pertanian sudah mengalami alih fungsi menjadi kawasan industri, pemukiman, dan perumahan.

“Jika alih fungsi tersebut terus berlangsung dan tidak bisa direm maka akan membawa dampak pada penurunan produksi padi di Jawa Timur karena tingkat alih fungsinya sudah cukup gawat,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri untuk menjaga agar kemampuan produksi padi di wilayahnya tidak terus turun akibat alih fungsi lahan tersebut telah menyiapkan sejumlah solusi di antaranya menyiapkan teknologi hingga membangun embung-embung baru.

Bahkan untuk mengatasi penurunan diantaranya lewat teknologi bagaimana benih yang ditanam bisa lebih pendek masa tanamnya namun produktifitasnya tinggi atau ke depan membangun embung-embung baru.

Kendati optimsitis beras tetap surplus namun tidak untuk kedelai. Menurut Nuvil margin yang kecil membuat petani di Jawa Timur enggan menanam kedelai. Petani lebih suka bertanam jagung yang dinilai mempunyai keuntungan yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai.

“Akibatnya lahan tanam untuk kedelai cenderung tergerus oleh jagung. Sehingga cukup wajar jika produktivitas kedelai di Jawa Timur lebih rendah dibandingkan dengan jagung,” jelasnya.

Selain itu, kondisi cuaca hujan yang masih belum merata hingga akhir November ini membuat petani masih belum berani menanam padi. Di sebagian wilayah musim tanam sudah mulai dilakukan, namun kebanyakan musim tanam bakal dilakukan Desember mendatang. Hal ini karena saat itu diprediksi curah hujan akan berlangsung normal.

Berdasarkan ramalan BMKG, hujan baru akan mulai November. Namun tidak bisa langsung dimanfaatkan petani untuk mengolah lahan dan menanaminya. Butuh waktu agar air permukaan (air hujan) dan air irigasi cukup untuk persiapan tanam. Itu berarti musim tanam baru akan mulai serentak awal Desember. (kominfo.jatimprov.go.id)

Sebar dan Bagikan :

Shares

Optimalisasi Petani Tembakau Dapat Perhatian Khusus Hutbun Ngawi

di %s Berita/Informasi 434 views

Pemkab Ngawi berkomitmen memposisikan tembakau sebagai komoditi prioritas dalam penguatan pembangunan ekonomi daerah. Melalui Dinas terkait (Dishutbun-Red) nasib petani tembakau menjadi atensi tersendiri karena mempunyai peran strategis untuk ditingkatkan potensinya baik dari skill maupun harga tembakau yang merupakan bagian dari produksinya.

Melalui rapat koordinasi, evaluasi dan penguatan kelompok tani tembakau dengan menghadirkan sedikitnya 90 petani tembakau di Balai Pertemuan gedung PKK Kabupaten Ngawi, Rabu (28/11). Pada kesempatan yang sama Irwan selaku Kepala Seksi Perencanaan Dishutbun Ngawi menjelaskan, dalam evaluasi ini untuk mengetahui progress recordnya dari petani tembakau atas Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang telah dikucurkan pada tahun 2012. “Pada intinya kita akan mengetahui kendala apa budidaya tembakau maupun penanganan pasca panen,” terang Irwan.

Kata Irwan, Dishutbun Ngawi dalam setahun terakhir telah mengucurkan Rp 2,9 miliar bersumber dari dana DBHCHT untuk petani tembakau se-wilayah Ngawi. Dan secara riil disebutkan dana DBHCHT dalam realisasinya untuk memenuhi sarana dan prasarana seperti hand tractor, selang air, sprayer, bibit tembakau dan pupuk demikian juga pasca panen peralatan seperti alat penjemuran serta mesin perajang tembakau. “Sehingga tingkat keberhasilan atas dana DBHCHT akan terlihat sejauh mana petani memanfaatkanya pada dasarnya bantuan itu untuk menekan biaya produksi, sehingga dari evaluasi saat ini sebagai dasar acuan program tahun berikutnya,” ulasnya.

Terkait kendala harga tembakau yang akhir-akhir ini merosot Irwan juga tidak menampik kenyataan tersebut, dengan permasalahan ini pihaknya telah memfasilitasi kerjasama dengan PT.Sampoerna dengan pedagang tembakau sekitar 4 bulan sebelumnya. “Kalau masalah harga memang mekanisme pasar dimana terjadinya fluktuasi permintaan turun pasti harga mengikutinya, solusinya dengan bantuan tadi dan harapanya pengaruh atas anjloknya harga bisa diminimalisir dengan menekan biaya produksi,” jelasnya lagi.

Permasalahan harga yang tidak stabil tersebut menurut Sukarmin (54) salah satu petani tembakau dari Desa Sembung, Kecamatan Karangjati-Ngawi karena dipengaruhi adanya persaingan pembeli. Menurutnya, pada musim ini hasil panen tembakau miliknya hanya dihargai Rp 10 ribu sampai Rp 18 ribu per kilogramnya dalam kondisi daun tembakau kering padahal tahun sebelumnya bisa menembus Rp 35 ribu setiap kilogramnya. “Dulunya pembeli itu ada dari PT. Jarum dan PT. Gudang Garam tapi waktu saat ini hanya dari PT. Sampoerna yang mau beli tembakau kita dan itupun jumlahnya sangat terbatas,” pungkas Sukarmin. (sinarngawi)

Sebar dan Bagikan :

Shares
Go to Top