Kirab Pusaka, Lestarikan Tradisi Ngawi
Keberadaan Kabupaten Ngawi tidak bisa terlepas dari Dusun Ngawi Purba sebagai cikal bakalnya. Prosesi Kirab Pusaka Tombak Kiai Singkir beserta Songsong Agung Tunggul Warono dan Tombak Kiai Songgolangit beserta Songsong Agung Tunggul Wulung adalah bagian dari perjalanan sejarah Kabupaten Ngawi.
Menurut Bupati Ngawi, Ir. Budi Sulistyono, pusaka – pusaka ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat Ngawi, terkait tahapan terbentuknya Pemerintahan Kabupaten Ngawi. “Mulai dari dusun, desa hingga mulai terbangun sebuah pemerintahan serta mendapatkan pengakuan dilingkup Matraman, disitulah bibit kawit Pemerintahan kita saat ini,” jelas Bupati
Dan, kirab pusaka ini dimaknai sebagai penjemputan pusaka di leremkan semalam di pendopo Ngawi Purba, dibawa kembali ke Pendopo Wedya Graha. “Bagi leluhur kita, pusaka ini merupakan sebuah kekuatan, dan kita tidak bisa melupakan adat istiadat. Maka inti dari tradisi ini adalah uri – uri, jangan sampai kita melupakan sejarah, sebab merupakan bagian dari perjalanan kita membangun sebuah peradaban,” ujarnya.
Kirab Pusaka ini rutin dilakukan dua tahun sekali, dalam rombongan kirab ini ada 15 kereta kencana dan 26 delman yang didatangkan langsung dari Keraton Solo. Juga, pasukan kraton dan 9 pasukan senopati berkuda, 6 tim drumband tersebar di beberapa titik rute kirab. Selain itu, ada dua buah gunungan spektakuler hasil bumi yang dikenal dengan gunungan wadon dan lanang setinggi 3,5 meter. Disamping komunitas mobil tua, sepeda tua dan komunitas kendaraan lainnya.
Prosesi dimulai sekitar pukul 08.00, dengan penyerahan pusaka yang dilakukan Kepala Desa Ngawi Purba kepada pusaka Kabupaten Ngawi di depan Pendopo Ngawi Purba. Perjalanan kirab ini menempuh jarak sekitar lebih dari lima kilometer. Penyerahan pusaka dilakukan di depan paseban oleh sesepuh Ngawi kepada Bupati dan Wakil Bupati, yang selanjutnya diserahkan kembali ke parogo, dikirab menuju gedung pusaka Pendopo Wedya Graha. (Kominfo)