Kosti : Sepeda Onthel Antik dan Nyentrik
NGAWI : Jambore sepeda kuno untuk memperingati hari jadi Ngawi ke-654 ini baru pertama kalinya diadakan di Kabupaten Ngawi. Event yang unik ini ternyata mampu menarik animo pecinta sepeda onthel kuno. Jambore yang berlangsung sejak Sabtu (30/06) hingga Minggu (01/07) itu dihadiri 1.872 pengonthel yang datang dari seantero pelosok negeri tercinta Indonesia. Dan ini merupakan gebrakan baru yang mampu memecahkan rekor dengan peserta terbanyak dari event serupa yang pernah dilaksanakan di Indonesia.
Terbukti, penghoby sepeda kuno mulai dari Pekanbaru-Riau dari ujung timur Nusantara, Papua Barat tumplek blek di Alun-alun Barat Kabupaten Ngawi. Mereka berpakaian Jadul (jaman dulu,red) se-Jadul kendaraannya yang tampak nyentrik dengan aksesoris-aksesoris tambahan selayaknya jaman penjajahan.
Minggu (01/07) pagi rombongan memulai start dari depan Paseban Kabupaten Ngawi, dan peserta Jambore ini melaksanakan roling thunder yang dilepas oleh Bupati Ngawi, Budi Sulistyono beserta Ibu, Antik Budi Sulistyono untuk menikmati udara pagi Kota Ngawi. Di kesempatan itu, rombongan disuguhi dan diperkenalkan tempat wisata Ngawi termasuk Benteng Van Den Bosch (Benteng Pendem,red) yang begitu eksotik sebagai peninggalan sejarah.
Dengan santainya, rombongan muter-muter mengayuh sepeda dan berakhir di Alun-alun Barat. Sajian orkes Dangdut mengisi pengundian tiket dengan hadiah-hadiah yang menarik. Selain hadiah hiburan panitia juga memberikan hadiah untuk berbagai kategori baik perorangan maupun beregu dengan hadiah utama tiga buah sepeda antik tur nyentrik.
Sementara itu, Sabtu Sabtu (30/06) malam sebelumnya, di Pendopo Wedya Graha diadakan pengukuhan pengurus KOSTI (Komonitas Sepeda Tua Indonesia) Trinil Kabupaten Ngawi yang dihadiri langsung Bupati beserta Muspidakab, Ketua DPRD, pengurus KOSTI Propinsi dan 17 klub yang ada di Kabupaten Ngawi. Pengukuhan pengurus KOSTI Trinil ini bertujuan untuk mempersatukan komunitas pecinta sepeda kuno yang berada di Kabupaten dengan julukan Kota Ramah ini.
Menurut Ketua KOSTI Trinil terpilih, Kayubi, SH, tujuan diselenggarakan rangkaian acara Jambore dan pengukuhan pengurus KOSTI Trinil ini adalah untuk ikut serta melaksanakan program Ngawi Hijau dengan bebas polusi. “Bayangkan kalau semua pejabatnya dan masyarakatnya suka bersepeda, ya pasti berhasil keinginan Kabupaten Ngawi agar bebas polusi,” ungkap Kayubi saat cangkrukan di warung kopi. Tetapi kalau pejabatnya, imbuh Kayubi, dalam radius setengah kilo saja naik mobil ya akan sulit untuk keberhasilan program Ngawi bebas polusinya. (infongawi)
Ada Keris Berkekuatan Magis di Pameran
KOTA – Benda-benda kuno bila mendapat sentuhan perawatan ternyata memiliki daya seni tinggi. Seperti yang dipamerkan di Paseban Alun-alun Merdeka sepekan terakhir. Meski terkesan lusuh, barang-barang peninggalan leluhur itu bisa dijual dengan harga tinggi. Hal itu yang menjadi alasan kuat kenapa banyak kolektor benda antik yang memburunya. “Orang bilang benda seni itu tidak harus dinilai dengan uang. Memang benar ungkapan itu,” terang Farid Yuda, koordinator pameran.
Benda-benda jadul (jaman dulu) yang dipajang pun beraneka ragam. Seperti keris peninggalan kerajaan Majapahit dan Mataram, peralatan bercocok tanam warga dan seni ukir yang memiliki kekhasan tersendiri. Menariknya, keris yang dipamerkan rata-rata masih memiliki kekuatan magis. “Pengunjung tidak boleh pegang dan mengambil fotonya. Cuma bisa melihat di rak kaca saja. Ya ini masih ada kekuatan gaibnya,” urainya.
Meski baru kali pertama ini menggelar pameran, warga yang ingin melihat benda-benda kuno dari jarak dekat lumayan banyak. Tak cuma orang dewasa, anak-anak pun juga berseliweran. Hanya saja, butuh pengawasan khusus bisa stan pameran dijejali anak-anak dan remaja. “Kadang-kadang itu iseng memegang keris. Padahal ada sebagian yang tajam. Kami harus ekstra mengawasinya,” jelasnya.
Kata dia, sebenarnya banyak warga lokal penghobi benda antik. Mereka belum bisa terkoordinir. Barang-barang yang dimiliki hanya untuk kepuasan pribadi. “Bila ada wadahnya kami yakin Ngawi bisa menunjukan eksistensinya sebagai kolektor benda kuno,” paparnya.
Putri Suminar Nindy Ningrum, salah seorang pengunjung mengatakan, benda-benda kuno yang dipamerkan cukup artistik dan beragam. Tidak terfokus pada senjata peninggalan kerajaan Majapahit dan Mataram saja, benda kuno yang nilai seninya tak kalah menarik juga dipajang. “Ada lesung padi yang sebagian sudah lapuk. Ada pula peralatan jaring untuk menangkap ikan. Terkesan simpel sebenarnya. Tapi sangat elegan,” tuturnya. (radarmadiun)
Jatuh Bangun, Pejabat Balap Karung
KOTA – Permainan tradisional seperti balap bakiak, tarik tambang, egrang, balap karung dan gobak sodor biasanya dimainkan anak-anak dan remaja. Tapi bagaimana bila yang harus turun lapangan untuk menjajal permainan jadul (jaman dulu) itu pejabat-pejabat di lingkup pemkab Ngawi. Tak cuma terkesan kaku, tapi juga bisa membuat terpingkal-pingkal tentunya. Seperti yang terlihat di lapangan Alun-alun Merdeka kemarin. “Perut saya seperti dikocok-kocok melihat Pak Kanang (Bupati Budi Sulistyono, Red) meloncat-loncat saat balap karung,” ungkap salah seorang panitia pertandingan kepada koran ini.
Suasana semakin semarak dengan sorakan para pendukung yang bejubel sekitar arena. Tak hanya laki-laki saja, kaum hawa pun juga tak mau kalah memberi suport. Tak jarang, mereka meneriakkan yel-yel kepada pejabat yang didukungnya. “Ini kan hanya permainan. Untuk meramaikannya, penonton juga ikut berteriak-teriak memberi dukungannya,” paparnya.
Meski terjatuh berulang kali, Bupati Budi Sulistyono masih bisa tertawa terbahak-bahak di arena perlombaan. Begitu pula lawan-lawan yang dihadapi. Seperti sekretaris Mas Agoes Nirbito, Kajari Ngawi Kasmin dan Dandim 0805 Letkol Inf Achmad Budi Handoyo. Aroma fair play pun begitu tampak usai pertandingan. “Ya ternyata sulit juga. Tak bisa lari cepat saat balap karung,” ucap Bupati Budi Sulistyono.
Kata dia, permainan tradisional sebenarnya sangat menghibur. Cuma sekarang ini sudah banyak yang meninggalkan. Anak-anak lebih memilih bermain game. Yang dianggap lebih modern dan santai. “Padahal permainan tradisional itu sarat dengan hiburan, olahraga dan motivasi. Jadi kami ingin mengembalikan pamornya seperti sedia kala,” jelasnya.
Djaka Santoso, Kabag Humas menambahkan permainan tradisional sengaja disuguhkan ke pegawai lingkup pemkab rutin setiap tahun. Tak hanya jajaran muspida saja yang turut serta, staf pun diperbolehkan unjuk gigi. Hal itulah yang membuat jalannya perlombaan permainan tradisional semarak. “Semua satker mengirimkan wakil-wakilnya. Bahkan, adapula yang mengkoordiner pendukung untuk memberi suport pada wakil-wakilnya,” tegasnya.
Permainan tradisional semacam ini, tambah dia, akan disosialisasikan secara berlanjut. Bidikannya ke kalangan pelajar SD dan SMP. “Sudah ada wacana ke arah itu. Jadi bagaimana biar permainan tradisional ini tetap lestari,” tandasnya. (radarmadiun)