Ngawi – Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Ngawi yang menggandeng UPPA Polres Ngawi menggelar kegiatan Sosialisasi Pecegahan Anak Berkonflik dengan Hukum pada Rabu, 28/10/2015 di SMAN 1 Kedunggalar.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Fasilitasi Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dengan menghadirkan nara sumber dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Ngawi Aiptu Bambang Sutejo dan Ibu Pinilih dari BPPKB. Kegiatan Sosialisasi ini diikuti oleh para wali murid SMAN 1 Kedunggalar.
Penyelenggaraan acara ini mengacu pada peraturan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mana penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi, non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Selain itu kegiatan ini juga didasari dengan semakin bertambahnya kasus – kasus kriminalitas yang melibatkan anak.
Kegiatan ini bertujuan agar terciptanya kesamaan persepsi, kerjasama dan koordinasi lintas sektor dalam pencegahan Anak yang Berhadapan Hukum (ABH). Upaya untuk menjalin kerjasama dalam pencegahan ABH ini akan diwujudkan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga.
Seperti dijelaskan pula dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam salah satu pasalnya mengatur tentang anak yang memerlukan perlindungan khusus, antara lain anak yang dikategorikan dalam anak yang berkonflik dengan hukum, yakni anak yang disangka, didakwa dan ditetapkan sebagai pelaku tindak pidana pelanggaran hukum. Hal ini tentunya patut menjadi perhatian kita bersama bahwa proses hukum terhadap para anak pelaku tindak pidana semakin memprihatinkan, bukan saja dilihat dari kuantitas kasusnya saja tetapi kualitas pelanggaran hukum maupun perlakuan terhadap mereka yang memerlukan penanganan secara proporsional dan manusiawi. Maka dengan sosialisasi seperti ini diharapkan peran aktif orang tua agar lebih inten dalam mengawasi anak-anaknya agar bisa meminimalisir tindakan yang bisa membawa anak berurusan dengan hukum.
Oleh karena itu, dirasa perlu adanya upaya sosialisasi dan fasilitasi tentang penanganan anak yang berkonflik dengan hukum sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman dan kepedulian kita bersama terhadap permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum, juga menguatkan kinerja serta sinergitas jejaring penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, baik di dalam lingkungan aparat penegak hukum maupun lembaga/institusi yang mempunyai visi perlindungan anak dalam aspek pencegahan. (dny/hda)