Hampir dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Pemprov Jatim terus berupaya mengatasi pencemaran lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya masih terfokus pada pencemaran air melalui kegiatan Patroli Air Terpadu Jawa Timur. Rencananya, pada 2013 Pemprov Jatim melalui Badan Lingkungan Hidup bakal menambah fokus pengawasan dan pengendalian pencemaran limbah B3 (bahan berbahaya beracun).
Direktur Konsorsium Lingkungan Hidup, Imam Rochani saat ditemui, Rabu (19/12) mengatakan, pengolahan limbah B3 tidak mudah dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sehingga banyak industri mengambil jalan pintas dengan tidak mengolah limbah B3 seperti sisa limbah batu bara dan oli bekas.
Namun, kata Imam, saat ini juga ada limbah B3 medis yang perlu mendapatkan perhatian serius. “Banyak Puskesmas dan RS yang rata-rata belum memliki incinerator (alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan suhu tertentu, sehingga samapah terbakar habis),” katanya.
Bahkan, tak sedikit pula pengolahan incinerator tersebut tak mengantongi izin. “Izin pengoperasian incinerator ini dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan sesegera mungkin harus dimiliki,” imbaunya.
Menurut dia, izin tersebut sama dengan IPLC (izin pembuangan limbah cair) yang dikeluarkan oleh bupati atau walikota. Namun, karena limbah medis termasuk B3 (bahan berbahaya beracun) maka izin dikeluarkan langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan dapat diajukan oleh Dinas Kesehatan setempat.
Incinerator didefinisikan sebagai penghancuran limbah menggunakan pembakaran nyala api dengan kondisi terkendali. Dengan menggunakan incinerator, limbah dapat diuraikan dari senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa sederhana seperti karbon dioksida dan air.
Pada proses incinerator, limbah dimasukkan ke ruang/tungku pembakaran yang telah dipanaskan sebelumnya sampai dengan suhu minimum dengan menggunakan bahan bakar tambahan seperti gas alam atau minyak bakar. Tungku pembakaran ini umumnya terbuat dari baja yang dilapisi dengan incinerator khusus.
Ditungku pertama, limbah diberi/dibubuhi gas dan dibakar sebelum dipindahkan ke tungku kedua atau after burner ditempat mana akan diberi bahan bakar tambahan untuk menaikan suhu dan menyelesaikan proses pembakaran. Gas (hasil) pembakaran dikeluarkan melalui cerobong ke atmosfer. Suhu, waktu tinggal, dan pencampuran di tungku pembakaran dikendalikan secara cermat guna memastikan bahwa penghancurannya sempurna dan kontaminan-kontaminannya tidak terbuang melalui cerobong.
Incinerator dapat digunakan terhadap berbagai macam limbah organik, termasuk minyak, pelarut, bahan farmasi, dan pestisida. Proses ini tidak umum digunakan terhadap limbah organik seperti lumpur logam berat dan asam-asam anorganik. Incinerator juga menghasilkan penghancuran berbagai senyawa organik secara sempurna. Kelemahannya adalah kebutuhan akan operator yang terlatih dan potensi emisi ke atmosfer, apabila perencanaannya tidak sesuai dengan kebutuhan operasionalnya. (kominfo.jatimprov.go.id)
Sosialisasi Netralitas Kepala Desa se-Kabupaten Ngawi
Bawaslu Ngawi memggelar sosialisasi netralitas Kepala Desa se-Kabupaten Ngawi Pilkada tahun 2024…