Author

Matuli Ul Huda - page 255

Matuli Ul Huda has 1166 articles published.

Senja Berwarna Biru di Planet “Alien”

di %s Berita 827 views
Ilustrasi senja biru di planet HD 209458 b.

Semua orang sudah mengetahui warna senja di Bumi yang merah jingga. Namun, bagaimana dengan senja di sebuah planet alien?

Frederic Pont, ilmuwan dari Universitas Exeter di Inggris, berhasil merekonstruksi warna senja di HD 209458 b, sebuah planet yang mengorbit bintang HD 209458. Rekonstruksi itu dilakukan berdasarkan data dari teleskop antariksa Hubble.

Menurut Pont, Hubble memiliki data karakteristik kimia suatu planet dalam gelombang cahaya yang dapat digunakan secara langsung untuk merekonstruksi warna senja di planet alien.

Berdasarkan hasil rekonstruksi, Pont mengatakan, senja di HD 209458 b atau sering disebut Osiris itu akan berwarna biru. Seperti diuraikan Discovery, Senin (9/1/2012), warna cenderung kebiruan karena atmosfer Osiris kaya akan sodium yang menyerap warna merah dan jingga.

Seiring bintang HD 209458 makin tenggelam, molekul di atmosfer Osiris akan menghamburkan cahaya biru. Penghamburan dikenal dengan penghamburan Rayleigh, jenis penghamburan yang sama sebagai penyebab langit Bumi berwarna biru. Akibat penghamburan, langit senja pun akan “menyala” kebiruan.

Membayangkan melihat senja berwarna biru memang indah. Namun, mungkinkah manusia pergi ke Osiris untuk menyaksikannya?

Sepertinya sulit. Osiris berjarak 150 tahun cahaya dari Bumi. Butuh waktu sangat lama untuk bisa menjangkaunya. Di samping itu, Osiris adalah planet gas raksasa, bagaimana mungkin manusia menginjakkan kaki di sana?

Kesulitan lain, Osiris mengorbit sangat dekat dengan bintangnya. Temperatur planet itu mencapai 1.000 derajat celsius. Suhu ini membuat manusia akan berubah menjadi abu dalam segera.

Belum diketahui kondisi yang memungkinkan bagi senja di Bumi untuk berwarna biru. Namun yang jelas, warna benda langit memang bisa berubah. Contohnya, setelah letusan Krakatau tahun 1883, warna Matahari berubah menjadi lavender dan Bulan menjadi kebiruan. Saat gerhana bulan total pada 10 Desember 2011 kemarin, Bulan juga berwarna kebiruan. (Baca: Gerhana Bulan di Gombong Berwarna Kebiruan serta Bulan Biru dan Matahari Lavender). – kompas.com

Sebar dan Bagikan :

Shares

Kura-kura Raksasa yang Punah Muncul Kembali

di %s Berita 958 views

Kura-kura blasteran keturunan dari C. becki dan C. elephantopus, yang sudah dianggap punah.
Setelah 150 tahun dianggap punah, sejenis kura-kura raksasa Galapagos bakal kembali “hidup”, demikian dilaporkan para ilmuwan, Senin (9/1/2012).

Para peneliti menemukan spesies yang hilang itu–yang disebut Elephantopus chelonoidis–dengan menganalisis genom spesies lain yang berkerabat dekat, Chelonoidis becki. Jenis kedua ini hidup di Pulau Isabela, pulau terbesar di Kepulauan Galapagos, Samudra Pasifik. Pulau ini terletak sekitar 322 kilometer dari Pulau Floreana, di mana Chelonoidis elephantopus terakhir terlihat sebelum menghilang, diduga karena perburuan oleh pemburu paus, sekitar 150 tahun yang lalu.

Kedua spesies kura-kura raksasa yang hidup di Kepulauan Galapagos itu memiliki cangkang yang bentuknya berbeda. Cangkang C elephantopus di Pulau Floreana berbentuk pelana, sementara kura-kura di pulau-pulau lainnya, termasuk C becki, memiliki cangkang berbentuk kubah. Kura-kura raksasa ini bisa mencapai bobot hampir 408 kilogram dan panjang hampir 1,8 meter.

Penemuan keturunan campuran

Pada tahun 2008 para peneliti menemukan bahwa beberapa kura-kura C becki memiliki cangkang berbentuk lebih mirip pelana daripada kubah. Mereka lalu meyakini bahwa ini adalah keturunan campuran (hibrida) dari perkawinan antara kedua spesies yang berbeda. Mereka kemudian mengambil sampel untuk analisis genetik dari 1.669 kura-kura besar dari pulau itu, atau sekitar 20 persen dari total populasi. Hasilnya, ditemukan beberapa potongan genom C. elephantopus dalam populasi tersebut.

Menggunakan model komputer khusus, mereka menganalisis kapan gen ini masuk ke populasi. Yang jelas, pembauran gen itu terjadi ketika seekor C elephantopus kawin dengan C becki–dan ini adalah bukti tidak langsung bahwa pada saat itu masih ada kura-kura jenis C elephantopus yang hidup.

Mereka menemukan, 84 dari kura-kura itu memiliki indikator genetik bahwa salah satu induk mereka adalah C elephantopus, dan 30 di antaranya berumur kurang dari 15 tahun. Mengingat umur kura-kura bisa mencapai 100 tahun, para peneliti mengatakan kemungkinan besar induk yang berjenis C elephantopus masih hidup.

“Ini adalah pertama kalinya spesies makhluk hidup ditemukan kembali dengan cara melacak jejak genetiknya yang tertinggal dalam genom keturunan campuran mereka,” ujar peneliti Ryan Garrick dari Yale University, dan kini asisten profesor di University of Mississippi. “Temuan ini memberi napas kehidupan baru untuk usaha konservasi bagi hewan-hewan ini.”

Berdasarkan perbedaan genetik di antara kura-kura blasteran itu, para peneliti memperkirakan bahwa setidaknya ada 38 ekor C elephantopus meninggalkan keturunan campuran di Kepulauan Galapagos, dan beberapa mungkin masih hidup.

Menghidupkan yang sudah punah

Jika para peneliti dapat menemukan populasi tersebut, mereka bisa menangkap beberapa untuk dijadikan induk dalam program penangkaran sehingga spesies tersebut “hidup” lagi. Dalam makalah yang diterbitkan 9 Januari 2012 di jurnal Current Biology, para peneliti bahkan menuliskan kemungkinan “membangkitkan” spesies itu dari potongan genetik yang ditemukan dalam kura-kuran jenis C becki.

“Jika kita bisa menemukan hewan-hewan ini, kita dapat mengembalikan mereka ke pulau asal mereka. Ini penting karena hewan-hewan itu adalah spesies kunci yang memainkan peran penting dalam mempertahankan integritas ekologis di sana,” kata peneliti Gisella Caccone dari Yale University.

Dalam diskusi yang menarik, para peneliti masih bertanya-tanya bagaimana kura-kura raksasa bisa berpindah dari Pulau Floreana ke Isabela. Mereka menduga hewan-hewan itu mungkin dibawa ke Isabela sebagai makanan dan kemudian dibuang ke laut atau ditinggalkan di pantai. (kompas)

Sebar dan Bagikan :

Shares

Wajib Belajar 9 Tahun: Dewan Larang Pungutan Komite

di %s Berita/Informasi 742 views

Supeno,S.Pd, ketua komisi III DPRD Ngawi (11/1), tegaskan terkait pelarangan penarikan biaya pada Orangtua wali murid dilingkup sekolah negeri dalam kancah wajib belajar 9 Tahun, sesuai Permendikbud No 60 tahun 2011, baik untuk biaya Investasi maupun Operasional.

Masih menurutnya, bahwa pelarangan penarikan yang meliputi untuk biaya Operasional maupun Investasi sebenarrya berlaku mulai per 2 Januari tahun 2012. “Maka dalam waktu dekat ini kami akan mengadakan raker dengan pihak Dinas Pendidikan guna mengklarifikasi langkah-langkah apa yang akan diambil.” Urainya.

Disinggung pula mengenai kenaikan dana BOS yang mencapai 60%, maka untuk Sekolah dasar Negeri yang dulunya sekitar Rp 397.000 per siswa untuk per tahunnya, kini menjadi sekitar Rp.580 ribu per siswa untuk per tahunnya. Demikian juga untuk di tingkat SMP juga mengalami kenaikan dalam prosentase yang sama.

“Maka hal ini yang kami waspadai dan akan kami koordinasikan, terutama mengenai Dana komite yang sudah mendapat rekomendasi dari Bupati. “ Ujar Supeno,S.Pd. Ditambahkan lagi untuk sekolah negeri yang non SBI dan RSBI jelas sudah tidak boleh menarik dana baik untuk operasional maupun Investasi. “ Jadi kalau untuk SBI maka harus mendapatkan rekom dari menteri.” Pungkasnya. (sinarngawi)

Sebar dan Bagikan :

Shares

Cadangkan Bibit Padi 25 Ton

di %s Berita/Informasi 799 views

Widodaren – Menteri Pertanian (Mentan) Suswono menegaskan, pihaknya sudah mulai antisipasi ancaman banjir yang bisa mengakibatkan gagal panen di sejumlah daerah penyuplai pangan nasional. Salah satunya dengan pemberian bantuan benih padi dan pupuk bagi petani. “Nanti pemerintah daerah juga ikut melakukan pendataan lahan pertanian mana saja yang terkena dampak banjir,” terang Suwono disela-sela kunjungan kerja di Desa Sidolaju, Kecamatan Widodaren kemarin (9/1).
Kata dia, pemerintah sudah menyediakan cadangan bibit padi di awal Januari ini sebesar 25 ribu ton. Cadangan benih itu akan bertambah di bulan-bulan selanjutnya. Benih varietas pagi unggul itu bisa ditanam di areal persawahan sekitar 3,5 juta hektar. “Dengan benih unggul itu, petani bisa kembali melakukan cocok tanam. Memang untuk banjir sulit diantisipasi. Seperti di Ngawi yang kabarnya merupakan daerah langganan banjir. Jadi kedepannya tidak akan mempengaruhi swasembada pangan nasional,” tegasnya.
Kewaspadaan ancaman banjir yang bisa menurunkan produktifitas beras, lanjut dia, juga akan diterapkan untuk antisipasi kedepan. Cara yang ditempuh dengan pemetaan potensi daerah yang menjadi langganan banjir. Pihaknya akan menyediakan benih-benih padi yang cocok di kawasan genangan air. “Juga tentunya yang kuat terhadap penyakit hama yang kerap terjadi pada saat banjir melanda,” tandasnya. (Radar Madiun)

Sebar dan Bagikan :

Shares
Go to Top