Mendagri Akan Kuatkan Sanksi bagi Pemda ‘Mbalelo’
Menurut Gamawan, sebenarnya sanksi bagi kepada daerah sudah diatur dalam UU Pemerintahan Daerah, namun masih terlalu umum. Penguatan terhadap klausul tersebut termaktub dalam usulan revisi UU bersangkutan yang telah pemerintah ajukan kepada DPR.
Kemudian, lanjut Gamawan, pelaksanaannya diperjelas dalam di perpres dan kepres mengatur parameter mengukur keberhasilan pembagunan daerah dan pembagian cluster agar daerah berdasar kondisi obyektifnya. Sehingga daerah yang masih minus atau baru tumbuh tidak serta merta dibandingkan dengan daerah yang sudah maju.
“Hasilnya nanti berupa ranking dan kita umumkan kepada masyarakat. Nantinya warga bisa gunakan itu untuk menilai kinerja kepala daerahnya bila yang bersangkutan hendak maju ikut pemilu kada,” papar Gamawan.
Bukankah dari UKP4 juga sudah ada mekanisme untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah? Apa tidak akan tabrakan? “Justru ini untuk menguatkan. Di Bappenas dan Kemenkeu juga ada pengawasan terhadap pemda, itu semua kita integrasikan,” jawab Gamawan.(depdagri.go.id)
Jangan Berpikir, Kalau Tidak Jadi PNS, Belum Kerja
Menteri PAN dan RB Azwar Abubakar mengatakan 3 hal isue besar yang harus kita sikapi bersama yaitu masalah birokrasi, korupsi dan infrastruktur yang masih rendah, demikian Orasi Ilmiah didepan 416 Sarjana baru pada Sidang terbuka Wisuda Sarjana S2, dan S1 ke 48 Universitas Muhammadiyah Palembang, 12/4.
Ketiga hal ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama adik adik wisudawan sebagai pewaris negeri ini, kita harus cepat bertindak supaya tidak kehilangan momentum, ujar Menpan – RB.
Dijelaskan, Reformasi Birokrasi adalah menciptakan birokrasi yang bersih, kompeten dan melayani. Bersih dari KKN dan dari pengaruh Politik. Tidak boleh lagi terjadi begitu ganti Walikota atau Bupati ganti semua pejabat yang ada.
Kompeten artinya setiap PNS harus mendapatkan pendidikan, seperti di TNI dan POLRI, orang mau naik pangkat dan naik jabatan harus melalui pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu.
Melayani artinya birokrat yang mampu memfasilitasi untuk membuka lapangan kerja baru. Karena jumlah pencari kerja tiap tahunnya lebih dari 3 juta orang, ditambah lagi yang antri mencari kerja 20 juta. Untuk itu birokrat harus mampu mencari potensi daerah untuk dikembangkan. Jangan kita berpikir dan dipersempit pengertiannya bahwa kalau tidak jadi PNS, belum kerja, tegasnya Menpan Azwar Abubakar.
Pada bagian lain, Azwar Abubakar berbagi pengalaman, untuk menjadi bahan renungan. Diceritakan bahwa setamat kuliah di ITB lulus tahun 1979, waktu itu banyak tawaran untuk bekerja di Jakarta, dan peluang itu sangat besar karena tahun 1979 masih jarang insinyur sipil. Tapi selesai kuliah saya pulang ke Banda Aceh, seperti pesan orang tua, karena Aceh begitu tertinggal.
Kalau saya tetap di Jakarta, saya akan bekerja di perusahaan orang lain. Tapi saya ke Aceh membuat perusahaan sendiri. Saat itu banyak yang menertawakan, kisahnya.
Ketika saya memulai usaha, dengan mengontrak ruang yang tidak terpakai diatas ruang praktek dokter. Memiliki 2 orang karyawan dan hanya sanggup membayar sewa 3 bulan. Dan pertama saya dapat proyek membuat 2 ruang belajar baru di lima lokasi. Hasilnya hanya bisa membayar kontrak kantor untuk 1 tahun kedepan. Banyak iming – iming dan tawaran dari berbagai instansi pemerintah. Namun saya bertekad untuk berwiraswasta. Usaha dari bawah dan focus yaitu bidang konsultan. Perkembangan terakhir setelah 20 tahun, saya memiliki 150 karyawan. Saya tidak direncanakan untuk menjadi menteri, saya hanya kerja, kerja dan kerja, ujarnya.
Tuhan tidak akan mentelantarkan mahluknya, sudah memiliki keseimbangan, berapapun yang lahir didunia sudah ada rezekinya. Yang membuat tidak seimbang itu adalah pikiran kita”, ujar Azwar.
Dan kita harus yakin seperti Jabal Tarik Panglima tentara Islam ketika menyerang ke Afrika, ketika berhasil mendarat, untuk memotifasi anak buahnya, memerintahkan untuk membakar seluruh Kapal. Sehingga tidak ada pilihan lain kecuali harus menang dan mati kalau kalah, sehingga berjuang dengan segala daya yang ada untuk meraih kemenangan.(menpan.go.id)
Sering Bicara dengan Bahasa Asing Tunjukkan Gangguan Emosi
Penelitian Bangor University di Inggris mengindikasikan orang yang lebih memilih bertutur dan menulis dalam bahasa asing daripada bahasa asli kemungkinan besar merupakan tipe pribadi yang sering mengalami kegelisahan dan gangguan emosi.
Studi ini melibatkan 15 penutur asli bahasa Inggris, 15 penutur asli bahasa China, dan 15 penutur asli bahasa China yang juga fasih berbahasa Inggris.
Penelitian dilakukan dengan menampilkan pasangan kata dalam masing-masing bahasa bergantian kepada responden.
Salah satu kata selalu netral, sementara yang lain bisa menjadi netral, positif atau negatif. Sementara, peneliti memasang elektroda pada kulit kepala peserta untuk mengukur respon listrik di otak saat membaca pasangan kata itu.
Ditemukan, pembacaan kata positif, netral, dan negatif dalam bahasa Inggris, tidak menimbulkan lonjakan respon otak buruk. Lain halnya dengan pembacaan kata berkonotasi negatif dalam bahasa ibu yang dipahami benar maknanya, menimbulkan gangguan emosi.
Peneliti Guillaume Thierry mengatakan hal ini merupakan mekanisme perlindungan spontan dari otak untuk meminimalkan dampak negatif dari konten emosional yang mengganggunya. Kemudian, untuk mencegah kecemasan dan ketidaknyamanan mental, secara tak sadar bahasa asing digunakan.(mediaindonesia)